Penggusuran di Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. VIVAnews/Erick Tanjung

jurnalrealitas.com – Petugas juru sita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dibantu ratusan aparat Satpol PP DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya membongkar 140 rumah yang didiami 123 kepala keluarga (KK) di Komplek Srikandi RT 07/03 Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (22/5). Jalannya eksekusi lahan tersebut berlangsung panas dan sempat terjadi kericuhan antara warga pemilik bangunan dengan aparat keamanan yang membantu mengamankan jalannya eksekusi tersebut.

Seperti dilansir beritajakarta.com, kericuhan bermula saat warga membentuk blokade di ujung gang pemukimannya untuk menghalangi eksekusi yang akan dilakukan petugas. Aksi kemudian dibalas dengan tembakan gas air mata yang dilepaskan petugas. Alhasil, kericuhan pun tak terhindarkan.

Pramono (39), warga RT 07/03 Kelurahan Jatinegara Kaum mengatakan, berdasarkan surat yang diterima warga, sedianya eksekusi dilakukan pada pukul 09.00. Namun, entah mengapa, eksekusi dilakukan petugas sejak pukul 06.00. “Pagi-pagi kami dikagetkan dengan kedatangan petugas kepolisian dan Satpol PP. Karenanya secara spontan, kami langsung membuat blokade untuk menghalangi eksekusi. Tapi, tiba-tiba kami ditembaki gas air mata hingga membuat situasi menjadi memanas,” ujar Pramono, Rabu (22/5).

Dengan banyaknya jumlah petugas yang datang serta tembakan gas air mata, warga yang awalnya membuat blokade akhirnya bubar dan hanya bisa pasrah saat eksekusi rumah mereka dilakukan. “Kami hanya mempertanyakan kenapa eksekusi yang dijadwalkan jam 09.00 tapi dilakukan pada pukul 06.30. Bahkan, pembacaan putusan eksekusi oleh petugas pun dilakukan secara tergesa-gesa,” katanya.

Ketua RT 07/03 Keurahan Jatinegara Kaum, Tarju mengatakan, eksekusi ini bermula dari sengketa lahan yang melibatkan PT. Buana Estate dengan dua rumah di wilayah pemukimannya. Salah satunya dimiliki oleh purnawirawan TNI Aangkatan Darat (AD) bernama Mayjend Purn Lintang Waluyo. Sengketa itu pun akhirnya berlanjut ke meja hijau. Dalam persidangan sengketa lahan itu, ternyata dimenangkan oleh PT. Buana Estate. Namun, keputusan eksekusinya pun ternyata melibatkan lahan yang selama ini ditempati warga yang luasnya mencapai 9.000 meter. “Keputusannya sudah inkrah sejak 2008 lalu. Tahun 2010 mau dieksekusi tapi gagal. Tahun 2012 juga mau dieksekusi namun gagal lagi,” ungkapnya.

Dikatakan Tarju, warga yang selama ini menempati lahan garapan sejak tahun 1995 itu merasa bahwa lahan yang mereka diami tidak termasuk yng diklaim PT. Buana estate. Sehingga selama ini warga pun memilih bertahan.

Kuasa Hukum PT .Buana Estate, Aryono Sitorus menuturkan, pihaknya memenangkan perkara sengketa lahan yang berlangsung sejak tahun 2003 tersebut. Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan pihaknya lah yang memenangkan perkara tersebut. Dari luas lahan  keseluruhan 55 ribu meter persegi milik PT Buana Estate, 2.000 meter diantaranya ditempati oleh warga secara tidak sah.

“Sebelumnya kepada warga sudah kami tawarkan uang kerohiman sebesar Rp 25 juta. Kalau mau pindah ke rumah susun kami sewakan tiga bulan, dan untuk yang mau pulang kampung akan kami antar,” katanya.

Kapolres Jakarta Timur, Kombes Pol Mulyadi Kaharni menegaskan, pihaknya hanya diminta oleh PN Jakarta Timur untuk mengamankan jalannya eksekusi agar tidak terjadi bentrokan. “Gas air mata tidak sengaja ditembakan anggota. Itu pun juga kena angin, dan kembali kena anggota kami,” katanya saat ditemui di lokasi kejadian.

 

Beritajakarta.com