Koperasi Budi Luhur Sosialisasikan Konversi BBG Pada Angkutan Mikrolet
Angkutan Mikrolet

Pengusaha Ragu Beralih ke BBG karena stasiun SPBG Masih Terbatas, Selain itu, Minimnya Peran Serta Pemerintah  Membuat Konversi Penggunaan BBG Jalan Ditempat.

Kiri ke kanan : Sukarna, Saut Hutabarat, Chaidirsyah (RS-JR)

JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Koperasi Budi Luhur Jakarta selaku operator jasa angkutan kota mikrolet yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta sosialisasikan penggunaan Bahan Bakar Gas pada armada angkutan mikrolet.

Kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan pada hari Kamis, 18 September 2014 pukul 10:00Wib s/d 12:00Wib dilakukan di Terminal Bus Dalam Kota Pulogadung Jakarta Timur.

Sosialisasi ini dihadiri oleh para perwakilan dari pengusaha angkutan mikrolet khususnya M-37 jurusan Pulogadung-Senen. Para perwakilan lainnya yakni dari perwakilan pabrikan otomotif asal jepang selaku produsen dari jenis armada mikrolet, perwakilan dari Organda, serta perwakilan dari Dewan Tranportasi Kota Jakarta (DTKJ), serta perwakilan dari Prima Mobil Utama selaku pemilik alat konversi.

Sayangnya, kegiatan sosialisasi ini tak dihadiri oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta maupun Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur, justru yang tampak yang mewakili hanya dari wakil Kepala Terminal Pulogadung  Chaidirsyah. Padahal menurut Saut selaku pengagas kegiatan ini, pihaknya sebelumnya telah melayangkan undangan resmi kepada Kepala Dinas Pehubungan DKI  Jakarta dan juga Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur.

Dikatakan oleh Saut Hutabarat selaku ketua Koperasi Budi Luhur kepada wartawan saat berlangsungnya acara bahwa agenda acara kali ini adalah untuk mensosialisasikan 2 dari 6 unit armada mikrolet yang oleh inisiatif mereka telah dikonversi sistem bahan bakarnya dari Bahan Bakar Bensin menjadi Bahan Bakar Gas.

Lanjut Saut, bahwa penggunaan Bahan Bakar Gas pada armada mikrolet adalah untuk mendukung program langit biru yang sebelumnya pernah dicanangkan oleh gubernur DKI periode sebelumnya yakni Fauzi Bowo. Selain itu penggunaan Bahan Bakar Gas juga merupakan salahsatu cara untuk menekan biaya operasional akibat dari semakin tak terjangkaunya harga BBM premium yang terus menerus merangkak naik. Kenaikan harga BBM turut berdampak pada berkurangnya penghasilan baik untuk pemilik mikrolet dan juga pengemudi. Selain itu, penggunaan Bahan Bakar Gas juga diyakini dapat  menjaga kwalitas armada agar lebih terawat dan efesiensi biaya perawatan yang lebih murah dan terjangkau.

“Memang saat ini masih ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam penggunaan BBG di angkutan Mikrolet, salahsatunya adalah tempat pengisian atau SPBG yang jumlahnya masih sangat terbatas. Selain itu dukungan dari Pemda DKI yang minim turut mempengaruhi niat pengusaha untuk beralih ke BBG. Namun kami meyakini kedepannya BBG merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikan penggunaan BBM pada mikrolet. Oleh karena itu, kami berharap dengan adanya sosialisasi seperti ini, para pengusaha transportasi khususnya angkutan kota di jakarta, secara nantinya bertahap mau beralih menggunakan BBG,” ujarnya.

Sementara itu, pendapat serupa juga dilontarka oleh Sukarna selaku pemilik alat konversi ini. Menurutnya penggunaan bahan bakar gas pada mikrolet merupakan langkah yang positif dan Ia sangat mendukung penggunaan BBG tersebut pada mikrolet.

“Bayangkan jika seluruh armada mikrolet di kota Jakarta yang berjumlah sekitar empat belas ribu unit mneggunakan BBG, maka akan bisa menghemat BBM subsidi sekitar 126 juta liter dalam setahun. Karena itu secara otomatis subsidi bensin untuk mikrolet akan berkurang.  Selain itu, penggunaan BBG juga dinilai akan menguntungkan pengusaha, karena perbandingan harga BBG dan BBM bisa mencapai hingga 50% atau setengah dari harga BBM bersubsidi.

Secara otomatis tingkat pendapatan pengusaha akan bertambah, karena jika menggunakan BBG dengan harga Rp 3.100/liternya, jika dibandingkan dengan harga BBM subsidi Rp 6.500/liternya, selisihnya hampir mencapai 50%. Itulah yang menjadi tujuan kita untuk mensosialisasikan penggunaan BBG ini kepada para pengusaha mikrolet, dan sejauh ini kami telah bekerja sama dengan sejumlah operator angkutan kota yang salahsatunya adalah koperasi Budi luhur. Memang tak bisa dipungkiri, dalam proses peralihan ini masih ada sejumlah kendala yang kita hadapi, misalnya saja stasiun pengisian BBG yang masih terbatas, tapi perlahan kita yakin dan sejauh ini pemerintah melalui Perusahaan Gas Negara (PGN) mendukung konversi ini,”  terang Sukarna.

“Hingga saat ini kami terus berkoordinasi dan berharpa dengan pihak PGN, bagaimana caranya agar nantinya kedepan para pengguna BBG ini dapat lebih mudah mengakses stasiun pengisian BBG di berbagai tempat, karena itulah kesulitan yang kita rasakan saat ini,” tutup Sukarna.

Dukungan serupa juga diberikan oleh pihak Organda serta Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Organda dan DTKJ berharap agar sosialisasi konversi BBG terus digencarkan guna memperbaiki sistem tranportasi di kota Jakarta.

Chaidirsyah mewakili Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyambut baik kegiatan sosialisasi ini. Pihaknya menilai inisiatif dari pengusaha yang beralih menggunakn BBG merupakan langkah yang positif. Selain dapat mengurangi subsidi BBM, langkah ini juga diharapkan dapat mengurangi tingkat polusi udara di kota Jakarta yang kian hari semakin tercemar. “Pokoknya kami mendukung penggunaan BBG ini,” ujarnya. (RS)