Potret Suram Terminal Lebak Bulus
Potret Suram Terminal Lebak Bulus

JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Terminal Lebak Bulus, sudah barang tentu semua orang khususnya yang berdomisili di kota Jakarta pastinya mengetahui terminal dalam dan luar kota ini.

Ya, terminal yang terletak di Jl. Raya R.A Kartini No.1 Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan ini sekilas mata jika dipandang memang tak ada sesuatu yang aneh, dan tampak terlihat biasa-biasa saja. Namun siapa sangka dibalik fungsi terminal lebak bulus sebagai tempat pengaturan operasi bis, angkutan dalam kota, untuk mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya, dan juga sebagai tempat kenyamanan bagi penumpang untuk menunggu dan berpindah satu kendaraan ke kendaraan lainnya, ternyata terminal lebak bulus menyimpan segudang problema dan permasalahan yang perlu dikaji dan diselesaikan.

Misalnya saja, kesemerawutan yang terjadi diterminal ini, lalu kondisi terminal yang tampak kotor, jorok dan kumuh. Sampah terlihat menumpuk dan berserakan dimana-mana, ditambah dengan keberadaan para pedagang asongan yang mangkal dan berdagang diterminal menambah kesan tak tertib dan tidak teratur. Belum lagi kondisi toilet yang tampak sangat jorok dan menghembuskan aroma bau pesing yang sangat menyengat, ini terjadi karena tak adanya perhatian dari petugas kebersihan toilet untuk menjaga kebersihan yang kemudian hanya lebih mementingkan uang kutipan dari para pengguna toilet sebesar Rp. 2 ribu perorang untuk sekali masuk.

Kondisi terminal juga diperparah dengan masih adanya aksi premanisme berupa penodongan dan pencopetan yang dialami oleh penumpang dan calon penumpang yang kerap kali terjadi, ditambah dengan banyaknya calo yang bertampang garang dan menakutkan serta bergentayangan mencari dan memaksa calon penumpang yang hendak pulang ke kampung halamannya yang menggunakan jasa bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).

Dan ironisnya, diduga justru keberadaan para calo tersebut memang sengaja dipelihara oleh kepala terminal Lebak Bulus Suarta Sebayang, dikarenakan keberadaan mereka justru menjadi lahan tersendiri yang menghasilkan banyak uang untuk menambah pundi-pundi kekayaan sang kepala terminal.

Dengan kondisi terminal seperti ini, lalu jika dikaitkan dengan wacana pemprov DKI yang mengajak warga Jakarta agar secara sukarela mau berpindah menggunakan angkutan umum demi mengurangi kemacetan di jalan raya, apakah mungkin warga Jakarta mau? Mimpi kali.

(MB)