RSUD Dr. DJasamen Saragih Siantar Persulit Pengembalian Dana BPJS Pasien Miskin
RSUD Dr. DJasamen Saragih Siantar Persulit Pengembalian Dana BPJS Pasien Miskin

JURNALREALITAS.COM, PEMATANG SIANTAR – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar adalah rumah sakit milik pemerintah yang berada dibawah wewenang Pemerintah kota Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit yang seharusnya diharapkan masyarakat dapat memberikan pelayanan medis dan kesehatan yang mudah dan murah kepada masyarakat justru kenyataanya jauh dari harapan.

Janji pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan murah kepada masyarakat kerap kali dikampanyekan, namun rupanya fakta dilapangan janji tersebut belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat khususnya bagi mereka yang tingkat ekonominya rendah. Karena pada kenyataannya, pelayananan rumah sakit khususnya milik pemerintah hingga saat ini masih menerapkan sistem administrasi dan birokrasi yang amat rumit dan berbelit-belit.

Kondisi tersebut dialami langsung oleh wartawan JR saat mendampingi seorang warga dari keluarga ahli waris seorang pasien.

Kejadiannya berawal dari tanggal 3 Juli 2014, saat seorang pasien bernama Pardamean Sinurat, warga jalan Melanthon Siregar, Marihat mengalami sakit keras dan masuk ruang ICU rumah sakit Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Pasien masuk sekitar jam 16.30 Wib sore hari dengan diagnosa dari perawat adalah kesulitan pernafasan. Namun sayang Tuhan berkendak lain. Setelah dirawat selama kurang lebih 4 jam, sekitar pukul 21.00 wib malam, pasien meninggal dunia.

Karena pasien sudah tidak tertolong lagi, maka pihak keluarga menyimpulkan agar jenazah di ambil dari rumah sakit. Namun rupanya pihak keluarga harus melunasi biaya pengobatan sebesar Rp. 1.730.000,- dengan rincian adalah Biaya agunan Rp. 100.000; Biaya  ruangan ICU Rp. 640. 000; Oxigen Rp 50.000; Elektroda Rp 100.000, Obat Rp 40.000,- ;  dan Formalin Rp.800.000,-

Karena pasien berasal dari keluarga kurang mampu, akhirnya diputuskan untuk mengurus BPJS Kesehatan, untuk meringankan biaya pengobatan. Setelah melengkapi semua persyaratan dan administrasinya, akhirnya kartu BPJS pasien keluar tanggal 4 Juli 2014. Dari penjelasan pihak BPJS Pematangsiantar, oleh Kepala Unit Pelayananannya, Isabella Sianipar, dijelaskan bahwa pasien dapat dimasukkan kedalam pertanggungan BPJS meskipun pasien telah meninggal dunia dan kartu baru keluar sehari setelahnya. Namun besaran dana yang nantinya bisa dikembalikan oleh pihak rumah sakit dan yang menjadi tanggungan oleh pihak BPJS adalah sebesar Rp. 930.000,-. Biaya formalin jenasah tidak termasuk didalamnya.

Selanjutnya, wartawan JR dan pihak keluarga korban didampingi oleh Dr. Hendri Simbolon, selaku perwakilan pihak BPJS di Rumah sakit umum Pematangsiantar, mengadakan negosiasi dengan pihak rumah sakit Dr. Djasamen Saragih.

Wadir I Bidang Pelayanan, Dr. Flora Maya Damanik, MARS mewakili pihak Rumah sakit saat itu menyatakan hal tersebut boleh dilanjutkan. “Itu gak masalah. Yang penting semua bisa diatur ulang dan dimasukkan kembali ke dalam systemnya BPJS. Dan Pihak BPJS nantinya bersedia membayarkan klaim dari pihak rumah sakit. Karena dalam hal ini pihak rumah sakit tidak dirugikan. Oke, Selebihnya ini bukan lagi wewenang saya. Silahkan dibicarakan dengan Wadir keuangan, pak Suryatno”, demikian pernyataan Wadir I bidang pelayanan saat ditemui di ruangannya Selasa, 8 Juli 2014.

Dr. Hendri pun menyampaikan hasil pembicaraan tersebut kepada Wadir III keuangan rumah sakit Dr. Djasamen Saragih.  Sedangkan pihak keluarga  pasien disuruh menunggu informasi dengan estimasi waktu yang tidak bisa ditentukan.

Setelah menunggu kurang lebih 1 (satu) minggu, belum ada juga kejelasan kabar dari pihak rumah sakit, wartawan JR dan keluarga pasien berinisiatif menemui Wadir III Bidang Umum, SDM dan Keuangan, Suryatno. Saat ditemui di ruangannya, tanggal 15 Juli sekitar pukul 13.00 wib, sang wadir menyatakan bahwa biaya pelunasan administrasi pengobatan sulit untuk dicairkan karena tidak ada surat pernyataan khusus dari pihak BPJS Pematang Siantar, yang bisa menjamin bahwa dana itu bisa mereka klaim kembali. Sementara disisi lain pihak BPJS sudah memberikan surat egibilitas pasien dan surat edaran global yang jelas-jelas menjamin bahwa dana tersebut bisa dikembalikan ke pihak  keluarga pasien dan pihak BPJS akan membayarkannya kembali ke pihak rumah sakit.

Tidak cukup sampai disitu, pihak wadir keuangan kembali berusaha mempersulit dengan melimpahkan permasalahan ini ke pihak JKN rumah sakit. Dengan alasan bahwa hal ini juga harus mendapat persetujuan dari pihak JKN. Kepala JKN ( Jaminan Kesehatan Nasional ) rumah sakit umum Siantar, Drg. Eva Sinaga, saat ditemui di ruang kerjanya kembali menanyakan kronologis permasalahan.

Setelah kronologis masalah dijelaskan, kepala JKN menyatakan hal ini bisa diteruskan dengan catatan bahwa keluarga pasien harus mampu melampirkan surat keterangan tidak mampu dari pihak kelurahan.

Keesokan harinya, setelah persyaratan dilengkapi pihak keluarga pasien kembali menghadap kepala JKN, Drg. Eva  Sinaga, dan menyerahkan surat yang diminta. Kemudian seluruh persyaratan diserahkan  kepada wadir III keuangan untuk mengkonfirmasi bahwa semua persyaratan untuk pengembalian dana sudah dipenuhi dan dana bisa segera dicairkan. Oleh wadir keuangan, memberikan surat disposisi perintah pengembalian dana atas nama pasien Pardamean Sinurat ke Bendahara rumah sakit. Selanjutnya  keluarga pasien dibawa ke bagian keuangan untuk bertemu bendahara. Setibanya  disana sang bendahara rumah sakit, A br. Manullang, kembali berusaha menginterogasi keluarga pasien dengan meminta menceritakan kronologis dari awal. Merasa jengah dan jenuh dengan prosedur dan birokrasi yang berbelit – belit, keluarga pasien menolak untuk bercerita. Dan kembali sang bendahara berusaha mempersulit proses pencairan dana, dengan alasan bahwa untuk mengeluarkan dana harus ada tanda tangan dari Direktur rumah sakit. Dan itu tidak bisa dicairkan hari ini (16/7/2014) karena Direktur rumah sakit sedang tidak ada di tempat karena lagi cuti.

“Cuti apa bu?” Tanya keluarga pasien ke bendaharanya. “Cuti apa kami tidak tahu. Pokoknya cuti”. Begitu jawaban bendaharanya.

Ya Tuhan, jerit hati keluarga pasien. Kenapa hanya untuk urusan sekecil ini dibuat sebegitu rumit dan sulit?? Bukankah Surat Disposisi pencairan oleh Wadir III bidang keuangan sudah bisa mewakili Direktur Rumah sakit

Karena pada dasarnya pihak keluarga pasien merasa telah melengkapi semua persyaratan yang diminta, akhirnya keluarga pasien mengambil langkah negosiasi secara tegas. Setelah beradu argumentasi dan  melalui perang urat syaraf yang cukup alot, akhirnya dana bisa dicairkan.

Alamaaak, sebegitu rumitkah birokrasi negeri ini. Hanya untuk mengembalikan dana sebesar Rp. 930. 000,- keluarga pasien harus menunggu selama 11 hari dan harus melewati berbagai macam persyaratan birokrasi yang berbelit- belit. Padahal dana itu adalah dana orang yang sedang ditimpa kemalangan dan termasuk dalam kategori keluarga tidak mampu.

Kejadian ini menggambarkan bahwa pelayanan dan sistem birokrasi di rumah sakit umum Dr. Djasamen Kota Pematangsiantar masih sangat buruk. Sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian pemerintah kota Pematang siantar, untuk dilakukan perbaikan secara mendasar. Pemkot Siantar harus mereformasi total semua sistem manajemen dan birokrasi di semua bagian/ divisi yang ada, juga perlu mereformasi sikap mental dan etos kerja semua pegawai yang terlibat langsung dalam melayani pasien dan masyarakat. Supaya jangan sampai manajemen dan pelayanan di instansi milik pemerintah yang satu ini menganut dan meniru slogan seperti yang sering disebutkan dan sering kita dengar di iklan-iklan media massa: “Kalau Bisa Dipersulit Kenapa Harus Dipermudah??” . (Baringin P.S/Jhonny A. S)