JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Eslina Boru Hombing (54), warga Desa Kesuma Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, didampingi Lembaga Front Pembela Rakyat (FPR), mendatangi Kantor Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia Rabu (12/01), yang ada di Jakarta untuk berjuang menuntut keadilan untuk suaminya Hotlan Samosir
Dikatakan Eslina, kedatangannya ini untuk memperjuangkan nasib suaminya Hotlan Samosir (58), yang ditahan pihak Polda Riau dengan tuduhan melakukan pemukulan terhadap sekurity PT Arara Abadi, Selasa (11-01-2022). Dirinya bahkan rela menjual tanah miliknya untuk mendapatkan biaya perjalanannya ke Jakarta.
Diceritakan oleh Eslina, pada 21 Januari 2021 PT Arara Abadi telah merusak tanaman masyarakat, saat itu pemilik lahan meminta bantuan kepada masyarakat untuk menghentikan alat berat tersebut.
“Waktu itu kami mak-mak dan masyarakat sekitar 150 orang pergi ke pos, kami bilang kepada sekurity untuk menghentikan alat berat, karena tanaman masyarakat sedang berbuah,” kata Eslina.
Namun, kata Eslina, saat itu para secutiry mengaku tidak tahu menahu dan hanya menjaga saja. Kemudian mereka menggiring para sekurity yang berjumlah 14 orang tersebut ketempat Kepala Dusun (Kadus).
“Gak ada keributan, kami arahkan bagus-bagus ke tempat Kadus, kami serahkan ke Kadus 14 orang sekurity, sesudah itu kami berhentikan alat berat, lalu datang Kapolsek, Kapolpos, Babinsa, Perangkat desa ke rumah Kadus,” ungkapnya.
“Waktu disana, dituduhlah suamiku memukul sekurity,” beber Eslina.
Waktu itu, dilanjutkan Eslina, Kapolsek dan Kadus meminta untuk melakukan perdamaian dan sudah berdamai selanjutnya memerintahkan untuk pulang serta alat berat dihentikan.
Masyarakat juga menyaksikan bahwa suami saya tidak melakukan pemukulan dan siap menjadi saksi.
“Kami sudah melaporkan ke Propam Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau namun tidak ditanggapi, suami saya berani bersumpah dirinya tidak melakukan pemukulan, sampai sekarang sudah 5 kali persidangan, saya tidak terima karena suami saya tidak melakukan,” ujarnya.
Para saksi yang dihadirkan JPU merupakan karyawan PT. Arara Abadi sehingga independensi nya diragukan.
“Hampir lima bulan ditahan, dialah satu-satunya tulang punggung kami, tidak ada lagi yang mencari makan untuk kami,” keluh Eslina.
Sementara itu Ketua Umum (Ketum) FPR, Rustam Ependi ditempat yang sama menegaskan bahwa mereka akan mendapingi Eslina hingga mendapatkan keadilan untuk suaminya.
“Pada intinya, FPR akan membantu mencari keadilan, bila perlu sampai ke liang lahat pun kami akan kejar. Kami sudah ke Komnas HAM, Komisi Yudisial, Kompolnas, Mabes Polri dan Komisi Kejaksaan, besok akan menyampaikan kepada Bapak Presiden,” ujar Rustam.
Dikatakan Rustam, kriminalisasi kepada suami Ibu Eslina sudah bergulir ke kemeja persidangan, dengan tuduhan melakukan pemukulan kepada sekurity dan pengrusakan alat berat, tetapi pada dasarnya diduga kuat ini merupakan rekayasa.
Lanjut Pimpinan Front Pembela Rakyat Rustam Ependi Kami dari FPR khususnya akan mendampingi Ibu ini mencari keadilan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara yang butuh keadilan kepada para petinggi negeri ini, terutama kepada Bapak Presiden dan Bapak listyo Sigit Prabowo
“Karena ke aroganan oknum anggota Polri kami nilai tidak sesuai dengan Motto Bapak kapolri menuju Polri yang Presisi” tegasnya.
Apalagi surat perintah membawa saksi mengunakan tulisan tangan dan coret-coretan mencerminkan tidak profesionalnya pihak polri di Riau, jika ini dibiarkan hal ini sangat berdampak tercorengnya citra polri di tengah masyarakat” katanya.
Informasi terhimpun, kejadian tersebut terjadi ketika PT Arara Abadi saat melakukan kegiatan land clearing atau persiapan lahan kering disebut persiapan lahan tanpa bakar (PLTB) dan penanaman di Distrik Nilo. (Patriek)
Komentar