JURNALREALITAS.COM, OPINI – Dalam ilmu kesehatan, keseimbangan tubuh manusia antara kiri dan kanan, sangat dipengaruhi oleh kinerja otak. Begitu juga dengan otak kita, terbagi menjadi 2 dengan porsi seimbang antara kiri dan kanan, otak besar dan kecil. Demikian juga dengan jantung. Ada bilik dan serambi, ada kiri dan kanan.
Bila kita perhatikan, tubuh manusia dibuat seimbang. 2 telinga, 2 mata, 2 paru-paru, 2 ginjal, 2 kaki, 2 tangan. Kalaupun tunggal, biasanya ada di tengah.
Ketidakseimbangan antara kiri dan kanan bisa mengakibatkan kecacatan, penyakit yang cukup serius, bahkan mematikan.
Oleh sebab itu, banyak orang yang sadar akan pentingnya keseimbangan antara kerja dan istirahat, antara kegiatan dan relaksasi, antara kinerja fisik dan mental, dll.
Teknologi yang seringkali memanjakan manusia, seringkali membuat manusia malas bergerak atau istilah kerennya, mager . Padahal, teknologi dibuat agar kita punya waktu untuk olahraga, rileks, meditasi, atau kegiatan kreatif.
Keseimbangan juga dijadikan filosofi kuno bangsa Cina yang dikenal dengan konsep ‘yin-yang’. Menandakan bahwa dalam hidup ada 2 sisi: gelap dan terang. Kegelapan mendorong yang terang, atau yang terang mendorong yang gelap. Namun dalam 2 sisi tersebut juga ada lingkaran dengan warna yang berbeda. Lambang ini dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang dinamis, berlawanan namun saling berhubungan.
Jadi, hidup ini merupakan keseimbangan. Manusia tidak mungkin hidup sendiri. Itu sebabnya penting hidup bersosialisasi. Bukan hanya dengan sesama manusia, namun juga dengan alam.
Hal ini juga yang mendorong pemerintah untuk memulai sekolah tatap muka di beberapa tempat. Karena sadar akan pentingnya bersosialisasi pada anak untuk mengembangkan sifat peduli lewat interaksi.
Alam pun harus dibuat seimbang. Antara manusia, hewan dan tumbuhan. Jelas, manusia bergantung pada hewan dan tumbuhan, melebihi kebutuhannya pada teknologi. Namun, seringkali kita mengenyampingkan pentingnya hewan dan tumbuhan. Meski kita sadari ketidakseimbangan bisa mengakibatkan kecacatan, penyakit bahkan kematian.
Bila 1 pohon besar bisa menyediakan oksigen bagi 2 orang, berapa jumlah pohon yang kita perlukan di kota? Apakah seimbang dengan jumlah penduduk dan polusi yang disebabkan oleh manusia?
Sementara lahan bagi tumbuhan dan hewan semakin dipersempit. Dan lahan bagi manusia semakin diperluas.
Hal inilah yang menjadi perhatian para pecinta lingkungan hidup. Bukan bermaksud menekan perkembangan manusia, namun menjaga keseimbangan alam.
Kepunahan hewan dan tumbuhan, mengakibatkan ketidakseimbangan di alam. Beberapa ilmuwan meyakini dampak pandemi dan virus yang terus bermutasi adalah akibat dari apa yang kita tabur selama ini.
Contoh saja kelangkaan orangutan, gajah, badak, harimau, dan masih banyak lagi. Kelangkaan ini bukan karena bencana alam. Namun, lebih dikarenakan kesalahan manusia. Perdagangan hewan, penjualan gading dan kulit hewan, kebakaran hutan untuk membuka lahan, dll.
Jadi, apa yang harus kita lakukan agar kita bisa menuai dari keseimbangan alam? Cukup dimulai dengan tidak menyakiti hewan dan tumbuhan. Dan kurangi sampah non organik, serta manfaatkan sampah organik. Kepedulian kita bisa menciptakan harmonisasi pada alam, untuk mengembalikan keseimbangan pada semesta.
Ajakan dari Sir David Attenborough, seorang sejarawan, pecinta alam dan presenter BBC ini mungkin bisa membangkitkan kesadaran kita, “Hargai alam karena kamu adalah bagian dari alam dan kamu bergantung padanya.”
Alam jelas tidak bergantung pada manusia. Ia bisa berkembang bebas, meski manusia tidak ada. Hal ini terbukti dari penciptaan alam sebelum manusia diciptakan. Namun nasib mereka, bergantung pada kepedulian dan kesadaran kita. Bila kita masih peduli, alam pun akan menjaga kita.
Oleh: Imelda Stefanny
-Pemerhati Pendidikan, Sosial, dan Budaya
-Jurnalis JurnalRealitas.com
Komentar