JURNALREALITAS.COM, OPINI – Banyak orangtua yang berkata, waktu cepat sekali berlalu. Tiba-tiba anak yang dulu selalu minta dimanja, sudah bisa mandiri. Jangankan dipeluk, melambaikan tangan di tempat umum saja sudah merasa malu.
Bisa dibilang ini penyakit semua orangtua sedunia. Hal ini disebabkan oleh ketidakpuasan dalam mengasuh, kesadaran adanya kekurangan dalam pola asuh, dan perasaan takut tidak lagi dibutuhkan.
Buat orangtua yang membiasakan disiplin dan kemandirian pada anak, tentunya lebih mudah merelakan kemandirian anak mereka karena percaya sudah memberikan semua yang dibutuhkan (mental) anak sejak dini. Anak pun akan lebih percaya diri saat berada di luar jangkauan.
Namun, sebagian besar orangtua di Indonesia tidak mengajarkan disiplin dan kemandirian sejak kecil.
Bila itu disebabkan oleh keamanan lingkungan, pasti semua orangtua di Indonesia setuju semua.
Rasanya, tidaklah mudah melepas anak pergi sendirian. Ancaman penculikan anak, perdagangan/penjualan anak, pelecehan fisik/seksual, perundungan, adalah kendala terbesar sulitnya orangtua mengajarkan kemandirian.
Namun, kendala terbesar adalah kebiasaan lama yang masih dipakai orangtua masa kini. Contoh saja, cara memberi makan. Masih banyak orangtua maupun pengasuh yang memberi makan anak di jalan. Termasuk saat pandemi. Dengan alasan, kalau tidak diajak jalan, tidak habis. Padahal, yang memulai kebiasaan makan sambil jalan itu adalah orangtua sendiri.
Bahkan, masih banyak orangtua yang menyuapi anaknya lantaran anak sibuk belajar atau bekerja. Sementara sudah jam makan. Dengan alasan takut sakit, nanti berantakan, dll. Dan masih banyak pola asuh lama yang masih dipakai hingga saat ini.
Efek dari ketidakmandirian anak-anak tersebut, mengakibatkan ketidakpercayaan diri pada anak. Hal ini juga membuat mereka kurang bertanggung jawab dan tidak mengenal proses alias ingin semuanya didapat dengan instan dan semaunya.
Sehingga saat seharusnya anak sudah matang secara mental, ia tetap menjadi pribadi yang bergantung pada orangtua.
Lalu, apa saja yang menghambat perkembangan mental anak bila orangtua masih memakai pola asuh lama dan tidak diimbangi dengan kemajuan teknologi dan jaman. Berikut daftarnya:
- kurangnya rasa percaya diri sehingga tidak mampu mengurus diri sendiri
- anak tidak belajar bersabar dan berproses
- tidak adanya pembelajaran dari kesalahan yang dibuat
- kurang menghargai diri sendiri karena rasa ketidakpercayaan diri
- fokus pada hasil bukan proses sehingga mudah putus asa
- tidak adanya kepedulian pada orang lain dan lingkungan sekitar.
Inti dari semua uraian di atas adalah tidak adanya ‘self love’ (mencintai diri sendiri). Sementara ini ada hubungannya dengan keamanan dan kenyamanan. Tanpa mencintai diri sendiri, anak akan mempunyai pribadi yang rapuh. Mudah menerima hal-hal negatif daripada positif. Karena untuk menjadi positif perlu proses yang panjang. Sementara banyak anak yang tidak diajarkan untuk bersabar.
Kebahagiaan anak yang jadi harapan semua orangtua, tidak sesuai harapan karena banyak anak yang tidak bisa menemukan kebahagian dari dalam dirinya sendiri. Sementara kebahagiaan hanya didapat bila anak merasa aman dan nyaman dengan dirinya sendiri. Bukan dari kehadiran orang lain, termasuk orangtua.
Kepedulian kita pada masalah kesehatan mental berawal dari perubahan pola asuh orangtua.
Beruntung sekali di jaman ini, informasi bisa dengan mudah didapat. Mulai dari komunitas orangtua, tulisan/buku/video tentang kesehatan mental dan cara-cara pola asuh, diskusi masalah orangtua, masalah remaja, dll.
Kita tidak bisa membandingkan pola asuh dulu dan sekarang. Tantangannya tentu berbeda dari masa ke masa. Dan belum tentu juga bila orangtua jaman dulu mampu hidup di masa kini, yang tantangannya cukup banyak. Intinya, belajar berubah ke arah yang lebih baik sesuai perkembangan jaman.
Oleh: Imelda Stefanny
–Pemerhati Pendidikan, Sosial, dan Budaya
-Jurnalis JurnalRealitas.com
Komentar