JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag menerima audiensi virtual Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kedua pihak membahas kerjasama dalam penguatan produk halal, khususnya bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).
Kepala Pusat Pemanfaatan dan Inovasi Ilmu Pengetahuan & Teknologi (PPII) LIPI, Yan Rianto, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk bersinergi dengan BPJPH dalam penyelenggaraan jaminan produk halal (JPH), khususnya penguatan sektor produk halal UMK.
“Kami juga mempunyai tugas pemberdayaan UMKM dan mengoperasikan seluruh laboratorium riset yang ada di LIPI. Tentu ini bisa dikonversikan dalam bentuk layanan yang membantu UMKM dalam melaksanakan sertifikasi halal di BPJPH,” ungkap Yan Rianto di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Audiensi dan komitmen LIPI untuk bersinergi dalam penguatan produk halal UMK disambut baik Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPJPH Mastuki.
Menurutnya, ada sejumlah area potensial yang dapat dikerjasamakan. Pertama, pembinaan pelaku UMK dalam pemanfaatan teknologi.
“Tujuannya, membantu produk UMK naik kelas dan semakin berdaya saing. Misalnya, untuk UMK berorientasi ekspor seperti yang sedang kami siapkan dengan Kementerian Perdagangan,” terang Mastuki.
Kedua, LIPI dapat mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang berperan dalam pemeriksaan dan / atau pengujian produk dalam proses sertifikasi halal.
“Area potensial berikutnya, dan ini juga kami sampaikan ke perguruan tinggi, adalah penelitian di bidang halal. Misalnya riset untuk mendapatkan alternatif bahan-bahan halal dari aneka ragam sumber daya alam kita,” ujar Mastuki.
“Bahan halal adalah hulu dari proses produk halal, sehingga ketersediaannya menjadi sangat krusial dalam upaya percepatan sertifikasi halal produk UMK,” lanjutnya.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris BPJPH Muhammad Lutfi Hamid. Menurutnya, di samping membantu pengembangan substitusi bahan halal, riset juga dapat membantu produk UMK dari sisi supply-chain. Sehingga, peluang market produk UMK semakin baik dan berdaya saing tinggi.
“Jika ada konsepsi supply chain produk UMK tentu akan lebih baik lagi. Dan ini penting karena kita tahu saat ini penelitian di bidang halal ini sudah mulai diperhatikan oleh dunia,” kata Lutfi Hamid.
Kepala Pusat Kerja Sama dan Standardisasi Halal, Sri Ilham Lubis, menambahkan bahwa penguatan produk UMK dapat dilakukan secara lebih spesifik pada pembinaan dalam pemanfaatan teknologi untuk produk UMK berorientasi ekspor. Hal itu penting mengingat peluang ekspor produk halal Indonesia masih sangat terbuka lebar.
“Salah satu contohnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi jemaah haji dan umrah yang ada setiap tahun, juga untuk ekspor ke berbagai negara lainnya,” jelas Sri Ilham.
Sri Ilham juga mengatakan bahwa kerja sama dapat diperluas dalam bentuk optimalisasi pemanfaatan laboratorium, baik laboratorium LIPI maupun laboratorium BPJPH, untuk berbagai kepentingan JPH.
“Laboratorium halal juga kita perlukan untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH) di mana di dalamnya terdapat layanan one-stop-service yang bertujuan agar pencatatan produk-produk halal untuk barang buatan dalam negeri dapat dilakukan dengan lebih cepat,” imbuh Sri Ilham.
Sedangkan untuk pendirian LPH, Sri Ilham menjelaskan bahwa sesuai ketentuan PP 39/2021, penetapan pendirian LPH dilakukan BPJPH melalui mekanisme akreditasi. Akreditasi dilakukan terhadap LPH yang telah memenuhi persyaratan pendirian dan dokumen pendukung. Untuk itu, ia mempersilakan LIPI untuk segera mengajukan permohonan akreditasi LPH kepada Kepala BPJPH.
Pertemuan yang berlangsung secara virtual itu menghasilkan sejumlah kesepakatan. Di antaranya, penyiapan nota kesepahaman kerja sama atau MoU sekaligus Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang berisi klausul kesepakatan kerja sama secara lebih teknis antara LIPI dan BPJPH. (Ahmad Ghazali Kevin Lubis)
Komentar