JURNALREALITAS.COM, PEMATANG SIANTAR – Jembatan Bah Biak Anak yang selama dijadikan sebagai akses dan jalan penghubung antara kota Pematangsiantar dan wilayah Tanah Jawa Kabupaten Simalungun ambruk. Peristiwa ambruknya jembatan tersebut terjadi pada hari Minggu (24/8/14) malam, sekitar pukul 20.30 Wib. Menurut informasi, penyebab rubuhnya jembatan dikarenakan tiang-tiang jembatan yang masih dalam proses pembangunan tidak kuat menahan arus banjir besar yang membawa banyak sampah.
Warga Sedang Melintas di Jembatan Darurat
Pembangunan jembatan yang menelan biaya sebesar Rp. 4.934.832.054, – direncanakan selesai dalam 180 hari kerja ( 6 bulan). 17 Juni 2014 adalah tanggal kontrak sesuai yang tertera di papan proyek, kontraktor pelaksana adalah PT. Parik Sabungan dengan Konsultannya adalah PT. Eikilia Mitra Consultan. Dan pelaksanaan pembangunannya sudah dimulai sekitar minggu ketiga bulan Juli lalu. Terhitung dari masa waktu tersebut, proyek pengerjaan perbaikan jembatan sudah berjalan sekitar 5 minggu masa kerja, namun pencapaian kinerja di lapangan terlihat sangat minim.
Dari pantauan wartawan di lapangan, kondisi kerusakan jembatan sangat parah. Sehingga harus mempergunakan dua papan berukuran sedang yang dibentangkan agar masyarakat dapat melintas dengan berjalan kaki. Sedangkan untuk mobil tidak bisa sama sekali. Dan untuk sepeda motor pemilik harus menuntun pelan pelan dengan ekstra hati-hati .
Rubuhnya jembatan ini menyebabkan arus lalu lintas dari kota Pematangsiantar menuju Tanah Jawa dan sebaliknya lumpuh total. Sehingga terjadi semacam terminal kecil bayangan yang terbentuk dengan sendirinya untuk mengangkut warga supaya bisa meneruskan perjalanan dari dan menuju Pematangsiantar atau Tanah Jawa.
Sedangkan dari pihak Kontraktor, melalui Apuk, selaku mandor lapangan proyek, mengatakan untuk mengatasi masalah ini sementara pihaknya akan menyewa jembatan Bally milik Batalyon Zipur dari Medan. Dan yang sekarang sedang dalam perjalanan menuju Siantar (26/8/2014, red).
“Jika jembatan Bally itu tidak bisa datang atau dianggap kurang mampu untuk mengatasi masalah, maka kami akan mengupayakan membangun jembatan seperti saat sebelum banjir datang dan harus selesai dalam waktu 14 hari (2 minggu), tentu dengan mengejar waktu”, jelas Apuk.
Kondisi Jembatan darurat
Untuk mengamankan dan memperlancar arus kendaraan semuanya hanya dilakukan oleh warga setempat. Tidak tampak adanya petugas dari Kepolisian yang turun ke lapangan untuk membantu mengatur arus lalu lintas. Yang ada hanya beberapa petugas dari Dinas perhubungan. Itupun hanya dari satu sisi saja, tepatnya di sisi arah jalan ke Tanah Jawa. Selebihnya hanya warga dan masyarakat setempat yang bahu membahu mengatur kelancaran arus lalu lintas.
Akibat peristiwa ini, tidak ada korban jiwa. Namun yang terjadi adalah kerugian materi dan waktu. Karena warga harus mengeluarkan uang dan waktu yang lebih untuk sampai di tempat tujuan. Misalnya saja ongkos dari Tanah jawa menuju Pematansiantar, biasanya dalam kondisi normal sebesar Rp. 7000,- naik menjadi sekitar Rp. 9000, hingga Rp. 10000.
Timbul biaya tambahan karena dari Tanah jawa sampai jembatan putus dikenai ongkos Rp. 5000-6000,- dan dari lokasi jembatan putus agar bisa sampai ke kota Pematangsiantar mereka harus mengeluarkan biaya tambahan lagi sebesar Rp 2000-3000,- . Kerugian lainnya juga dialami oleh para supir angkutan. Mereka tidak dapat mencapai target/ setoran. Dengan demikian akan mengurangi gaji dan pendapatan mereka. Demikian juga para pemilik angkutan.
Sedangkan para pemilik kendaraan roda dua yang ingin melintas harus membayar biaya Rp 2000,- per satu sepeda motor. Karena jalan satu satunya harus melalui jembatan tersebut.
Hingga saat ini, belum ada solusi jalan alternative lain yang dapat dilalui untuk mempersingkat waktu tempuh dan biaya yang dikeluarkan. Dan hal ini akan tetap jadi pantauan media. (MBPS)
Komentar