JURNALREALITAS.COM, SIDOARJO – Legal Statement Penasihat Hukum Guntual terkait putusan kasasi 33 K/Pid.sus/2021 yang tertera pada laman resmi Mahkamah Agung (Kepaniteraan.mahkamahagung.go.id) dan SIPP pengadilan sidoarjo (Sipp.pn-sidoarjo.go.id) Bahwa pada perkara ini yang menjadi pokok dan atau awal perkara yang dilaporkan oleh pelapor merupakan perkara penggunaan gelar tanpa hak bahwa terkait Ijazah yang disangkakan adanya gelar palsu yang dimiliki oleh saudara Guntual berasal dari surat- surat pribadi antara Debitur dan Kreditur BPR Jati Lestari
Bahwa yang disangkakan penggunaan gelar palsu oleh Jaksa Penuntut Umum maupun Penyidik dan atau para pihak dalam perkara, tidak dapat membuktikan secara jelas dengan bukti-bukti yang valid.
Bahwa mengenai bukti-bukti pihak yang diduga ijazah palsu tidak dapat menunjukkan justru menunjukkan copi to copi yang sudah dilegalisir dari universitas sehingga bahwa benar keabsahan dan keaslian ijazah tersebut dan terbukti bahwa saudara Guntual telah menyelesaikan Pendidikan strata satu dengan gelar hukum dan penulisan yang termaktub dalam ijazah sesuai dengan peraturan Menteri riset, teknologi dan Pendidikan tinggi Nomor 59 tahun 2018 dan Permendikbud 154 thn 2014 tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serta Gelar Lulusan perguruan Tinggi
Bahwa dalam Riwayat perkara dengan nomor 847/Pid.Sus/2019/PN SDA pada hari rabu tertanggal 27 Mei 2020, Pengadilan Negeri Sidaorjo telah memutuskan bahwa terdakwa Guntual tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan Penuntut Umum, Membebaskan Terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum, Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Bahwa tertanggal 28 Mei 2020 Jaksa Penuntut Umum (Ibnu Sina) mengajukan Kasasi.
Bahwa pada tanggal 3 Maret 2021 keluar putusan pada laman resmi kepaniteraan.mahkamahagung.go.id yang menyatakan bahwa putusan terhadap nomor perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum (Ibnu Sina) dengan Nomor perkara 33 K/Pid.Sus/2021 status Kabul dengan Majelis hakim Dr. Gazalba Saleh, SH., MH., Dr. H. Eddy Army, SH., MH., H. Andi Samsan Nganro, DR.,SH.,MH. Sehingga atas putusan ini terdakwa dijatuhi hukuman 2 bulan penjara.
Bahwa pada tanggal 3 Maret 2021 keluar putusan pada lama resmin PN Sidoardo melalui system informasi penelusuran perkara yang dimuat pada laman sipp.pn-sidoarjo.go.id yang menjelaskan putusan kasasi dengan susunan majelis hakim tunggal DR.Andi Abu Ayyub Saleh,S.H.,M.H., yang mana hal ini berbedaa dengan apa yang tertulis di website resmi mahkamah agung.
Bahwa adanya kesimpang -siuran informasi yang termaktub dalam laman resmi 2 institusi penegak keadilan ini menjadikan terdakwa merasa dipermainkan dan direndahkan harkat dan martabatnya.
Bahwa beredar pula media yang memberitakan adanya putusan ini, namun yang menjadi kejanggalan media sebutkan adalah adanya perbedaan informasi pada 2 halaman instansi tersebut masing-masing memiliki informasi yang berbeda sehingga jelas ini merusak citra dan martabat terdakwa sehingga tidak mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum.
Bahwa terkait atas keterangan kedua saksi Ahli yang menyatakan di BAP adalah seorang Ahli pidana dan ahli budaya ternyata pada saat di muka persidangan dengan jelas menyampaikan bahwa tidak mengakui sebagai ahli dan hal ini patut diduga memberikan keterangan palsu sesuai pasal 184 ayat 1 KUHAP yang disebutkan alat bukti yang sah adalah keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Bahwa terhadap JPU mendakwa ancaman 10 th dan denda 1 miliar namun didalam tuntutan hanya 3 bulan bisa disimpulkan bahwa JPU ragu – ragu atau tidak mampu membuktikan alat bukti.
Bahwa dengan dasar pertimabangan hakim MA kami selaku PH menyimpulkan bahwa putusan hakim melakukan kekhilafan sehingga kami akan melakukan upaya hukum PK
Tentunya terhadap putusan kasasi Terdakwa menduga adanya bentuk kriminalisasi dan pembungkaman dikarenakan terdakwa adalah aktifis pejuang mahkamah kebenaran dan menganggap putusan yang dijatuhkan hanya 2 bulan ini adalah pelecehan Hukum terlebih setingkat hakim MA dan seyogyanya hukum harus ditegakkan sesuai Undang-Undang yang berlaku.
Adapun implementasi penegakan undang undang harus lah mendahulukan hak asasi manusia terlebih kesimpang siuran keadministrasian dan putusannya hanya Hakim Tunggal dan disisi lain berbeda.
Tentunya ini mencoreng nama baik selaku terdakwa dan mengindikasikan bahwa putusan ini diduga ada permainan oknum yang ingin mencemarkan nama baik terdakwa.
Dalam aplikasi penerapan KUHAP dan Undang undang hak terdakwa seharusnya didahulukan bukan atas dasar “pesanan” atau keinginan beberapa pihak yang memiliki capital power sehingga bisa mempermainkan kasus seenak mereka dan ini akan merusak citra hukum di negara kita ketika oknum penegak hukum yang melanggar hukum.
Ada semboyan “Lebih Baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak melakukan kejahatan”. (Yul/MG)
Komentar