JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Duka yang teramat mendalam kembali menghampiri bangsa Indonesia dan dunia kemaritiman. Sebanyak 53 prajurit Hiu Kencana dinyatakan gugur dalam tra-gedi tenggelamnya KRI Nanggala 402. Kapal selam tersebut tenggelam ketika menggelar latihan di perairan Bali pada Rabu 21 April lalu.
Rupanya peristiwa tersebut, menuntun terbukanya tabir mengenai adanya mafia dalam pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie mengungkapkan ada sosok yang berpengaruh dalam pengadaan sistem persenjataan prajurit. Hal tersebut makin meperburuk persoalan alutsista TNI.
Meski tidak menyebutkan secara detail, Connie sempat menyebut inisial M sebagai salah seorang mafia yang dimaksud dalam diskusi daring beberapa waktu lalu. Dia membeberkan menemukan sengkarut alutsista TNI. Salah satunya terkait proyek kendaraan taktis (rantis) Maung yang digagas Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Bukan hanya itu, Connie juga menyinggung mengenai kerja sama pembuatan jet tempur Indonesia-Korea bertajuk Korean Fighter Xperiment (KFX) dan Indonesia Fighter Xperiment (IFX). Kerja sama tersebut berpotensi menemui jalan buntu, sebab Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memutuskan untuk tidak melanjutkan proyek tersebut.
Menurut Connie, kalaupun akan dilanjutkan potensi kerugian yang dialami Indonesia akan jauh lebih besar. Karena itulah, Connie menantang BPK untuk mengaudit proyek KFX-IFX tersebut untuk mengetahui siapa yang memutuskan proyek tersebut dijalankan. Termasuk, mengaudit komite kebijakan industri pertahanan (KKIP).
Dalam pengembangan proyek tersebut, Indonesia sudah punya komitmen senilai 2 miliar dolar AS. Namun, karena kerja sama yang menemui jalan buntu ini membuat Indonesia berpotensi terkena denda sebesar 450 juta dolar AS.
Connie juga turut mempertanyakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang berniat melakukan modernisasi alutsista hanya dalam waktu dua pekan. Ia mengibaratkan membeli alutsista tidak semudah berbelanja di pusat perbelanjaan atau mal. Pengamat militer tersebut juga mengatakan bahwa yang dibutuhkan ialah roadmaps atau peta jalan. Ini akan menentukan apa yang mau dibelanjakan dan mau dipakai untuk apa. Termasuk bagaimana komponen pendukungnya.
Anggota Komisi I DPR RI, M Farhan juga turut menyampaikan pendapatnya mengenai modernisasi kapal selam yang ingin dilakukan oleh Menhan Prabowo Subianto. Belajar dari pengalaman Nanggala 402, sebelum dilakukan pembelian kapal selam, sebaiknya Prabowo memperhatikan sistem keamanan dari kapal selam itu sendiri.
Terkait dengan usia Nanggala 402 yang terbilang cukup tua, Connie berpendapat jika umur kapal selam tidak menjadi masalah asalkan maintenance dilakukan dengan ketat. Salah satunya terkait dengan MRO atau Maintainance, Repair and Overhaul. Sejak awal dirinya telah meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit sistem MRO.
Senada dengan Connie, Mantan Kabais TNI Soleman B Pontoh juga menyampaikan walaupun kapal berusia tua namun jika maintainancenya dilakukan dengan baik, kapal selam akan tetap bagus. Untuk itu, sistem MRO terakhir Kapal Naggala 402 harus di audit .
Sejak dulu, pengadaan alutsista memang rawan akan korupsi. Salah satu contohnya ialah korupsi anggaran pembelian alutsista tahun 2010-2014 sebesar 12 juta dollar Amerika yang dilakukan oleh Brigjen TNI Teddy Hernayadi. Atas perbuatan kejinya itu, Teddy dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Pembelian alutsista sendiri sebenarnya ditujukan untuk melakukan modernisasi persen-jataan. Jika praktik korupsi semacam itu dibiarkan terjadi, Pemerintah tidak akan mencapai tujuan modernisasi yang sesungguhnya jika pengadaan alutsista belum bersih dari korupsi.
Gugurnya para pahlawan penjaga laut Indonesia merupakan kesedihan bagi kita semua. Juga merupakan PR besar bagi negara dalam konteks pertahanan.
Jangan hanya memikirkan untuk membeli alutsistanya, tetapi pikirkanlah juga bagaimana agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. (T. Fadri)
Komentar