JurnalRealitas.com, Jakarta – Pendidikan murah dan gratis yang dicanangkan pemerintah bagi seluruh warga Negara patut mendapat apreasiasi dari banyak pihak khususnya dari kalangan yang kurang mampu secara ekonomi. Program yang mengalokasikan dana hingga 20% dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya menumbuhkan harapan bagi semua rakyat indonesia untuk bisa mengakses pendidikan secara merata tanpa pandang bulu.
Untuk mencapai tujuan tersebut, secara teknis pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengulirkan bantuan dana pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhannya, misalnya saja berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP).
Tujuan mulia program pemerintah ini memang sangat banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terlebih lagi bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi yang pas-pasan. Saat ini sekolah Negeri sudah menggratiskan biaya pendidikan wajib hingga 12 tahun masa pendidikan.
Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan selaku pengguna anggaran, dengan dana yang cukup besar dapat mengatur anggaran yang ada dengan tepat sasaran. Selain mengatur alokasi, pemerintah juga diharapkan melakukan kontrol di lapangan agar tidak terjadi penyelewengan oleh oknum-oknum terkait sehingga penyaluran bantuan operasional dan pendidikan sampai ke sekolah yang berhak menerima bantuan tersebut. Karena faktanya di lapangan, pengelola sekolah maupun oknum-oknum tak bertanggung jawab kerap saja melakukan kutipan-kutipan dengan tujuan dan dasar yang tepat.
Selain masih adanya Pungutan liar (Pungli) yang terjadi di sejumlah sekolah baik negeri dan swasta transparansi pelaksanaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dinilai masih kurang. Praktek konkalikong dan persekongkolan antara pihak sekolah dan komite sekolah yang membuat kebijakan yang pada ujung-ujungnya uang dan terjadinya kutipan cukup memberatkan wali murid yang tidak bisa menolak atas kebijakan yang sudah disepakati.
Seperti yang diutarakan oleh sejumlah orang tua/wali murid bahwa sesungguhnya masih banyak sekolah di wilayah DKI Jakarta baik itu SD maupun MI dan SMP ataupun MTS yang masih melakukan praktek penyimpangan dan pungli. Bahkan beberapa wali murid banyak yang merasa resah dan mengeluhkan masih adanya praktek pungli yang cukup memberatkan mereka.
Biaya ektra alias pungli kepada orang tua/wali murid meliputi biaya renovasi gedung dan kelas, perbaikan sarana dan prasarana tempat ibadah,serta maraknya kegiatan penjualan buku pelajaranyang masih tetap berjalan walau secara halus dan terselubung. Bahkan lebih parahnya lagi sebelum memulai melakukan praktek pungli biasanya kepala sekolah dan komite serta para wali murid melakukan pertemuan dan rapat sebagai dalih atau alasan yang ujung-ujungnya komite sekolah menyetujui dan pada akhirnya para wali murid pun ikut-ikutan setuju walau pada dasarnya mereka sangat keberatan namun pada akhirnya kandas oleh biaya-biaya besar diluar kemampuan para wali murid.
Tujuan pendidikan sebagai upaya pemerintah untuk memberantas kemiskinan dari bumi pertiwi masih saja terganggu oleh ulah dari sebagian oknum nakal, yang mengambil kesempatan dari kelemahan control pengelolaan dana bantuan, untuk diselewengkan demi kepentingan sesaat.
Padahal masih banyak orang miskin yang masih memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik dan bermutu. Mahalnya biaya pendidikan yang terasa kian mencekik para orang tua maupun wali murid tak ayal akan menambah jumlah orang yang berhenti bersekolah karena ketiadaan biaya.
Kita kembali bertanya kepada pemerintah. Seriuskah mereka mereformasi dan memperbaiki carut-marutnya dunia pendidikan kearah yang lebih baik. Bukankah pendidikan adalah hak warga Negara sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke – 4 salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. (AM-RED)
Komentar