Srikandi Hukum: Menjelajahi Ketangguhan “Kartini” di Balik Toga Hakim

JAKARTA – Bayangkan seorang ibu yang mengandung selama sembilan bulan, namun tetap gigih menyusun putusan, memimpin persidangan, bahkan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat sebagai bagian dari tugas persidangan.

Setahun silam, tepatnya 12 Januari 2024, sebuah tonggak sejarah kembali diukir oleh kaum perempuan Indonesia. Di bawah naungan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), lahir Badan Perhimpunan Hakim Perempuan Indonesia (BPHPI), sebuah wadah yang mendeklarasikan eksistensi dan kekuatan ribuan srikandi hukum dari Sabang hingga Merauke.

Disaksikan oleh pucuk pimpinan Mahkamah Agung dan para kolega dari mancanegara, deklarasi ini menjadi penanda semakin kokohnya jejak Raden Ajeng Kartini di singgasana keadilan negeri ini.

Data terkini menunjukkan, hampir sepertiga kursi kehakiman di Indonesia kini diduduki oleh perempuan-perempuan hebat. Meskipun representasi di pucuk pimpinan masih memerlukan penguatan, fakta ini adalah bukti nyata bahwa cita-cita Kartini untuk emansipasi perempuan telah bersemi dan berbuah dalam ranah yudikatif. “Yang Mulia”, sebuah gelar kehormatan yang dulunya didominasi kaum pria, kini dengan bangga disandang oleh para hakim perempuan Indonesia.

Namun, di balik toga kebesaran dan palu keadilan yang mereka ayunkan, para hakim perempuan ini adalah juga sosok-sosok yang akrab dengan dinamika kehidupan seorang istri dan ibu. Mereka menavigasi kompleksitas karier yang menuntut mobilitas tinggi dengan tanggung jawab mengurus keluarga, bahkan tak jarang harus menjalani long distance relationship (LDR) dengan suami, demi panggilan tugas di berbagai pelosok negeri. Inilah tantangan unik yang dihadapi para penerus Kartini di era modern: menyeimbangkan profesionalisme tanpa mengorbankan fitrah sebagai perempuan.

Semangat pantang menyerah dan dedikasi untuk melayani para pencari keadilan adalah DNA para hakim perempuan Indonesia. Mereka adalah garda terdepan penegak hukum, namun di rumah, mereka adalah pilar keluarga, ibu yang merawat dan mendidik, sumber inspirasi dan motivasi bagi orang-orang terkasih. Mereka membuktikan bahwa perempuan mampu berkontribusi secara signifikan di ruang publik tanpa mengabaikan peran vitalnya di ranah domestik.

Kisah perjuangan seorang hakim perempuan seringkali melampaui batas kemampuan fisik dan emosional. Bayangkan seorang ibu yang mengandung selama sembilan bulan, namun tetap gigih menyusun putusan, memimpin persidangan, bahkan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat sebagai bagian dari tugas persidangan. Kehamilan bukanlah penghalang bagi mereka untuk memberikan yang terbaik dalam menjalankan amanah.

Bahkan setelah sang buah hati lahir, dedikasi mereka tak surut. Sambil tetap fokus pada tumpukan berkas di meja kerja, mereka juga memberikan ASI, mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada sang bayi. Mereka adalah representasi nyata perempuan Indonesia yang mampu berperan aktif dalam dunia kerja dan membangun bangsa, tanpa mengorbankan kodratnya sebagai seorang ibu.

Di Hari Kartini ini, mari kita sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh hakim perempuan di Indonesia: “Kalian hebat! Jangan pernah menyerah, jaga selalu integritas, dan jangan lupakan kesehatan.” Kepada para suami dan anak-anak dari para hakim perempuan, berikanlah dukungan terbaik.

Sadarilah, di balik keteguhan mereka di ruang sidang, ada kalanya mereka membutuhkan sandaran dan kekuatan dari orang-orang terkasih. Mari kita terus kobarkan semangat Kartini, semangat perempuan Indonesia yang tangguh, cerdas, dan berdedikasi untuk bangsa dan negara. (Megy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *