Jurnal Realitas.com, Pematangsiantar | Dana BOS atau Bantuan Operasional Sekolah adalah dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk sekolah-sekolah dengan tujuan meringankan beban operasi sekolah baik di sekolah negeri maupun swasta.
Dalam pengelolaan dana BOS selalu disertai dengan Petunjuk Teknis (Juknis). Dan oleh karenanya kepala sekolah selaku kuasa pengguna anggaran sekaligus penanggung jawab dituntut harus benar-benar menguasai Juknis tersebut. Namun pada kenyataannya, tidak semua kepala sekolah menguasai Juknis, sehingga dana tersebut kerap tidak tepat sasaran dan bahkan dapat dijadikan bahan bancakan penyelewengan oleh oknum-oknum kepala sekolah.
Seperti yang terjadi pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 122370 yang berdomisili di Jl. Bola Kaki, Kelurahan Banjar, Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar. Ketika wartawan bersama Ir. Sahala Silalahi selaku Direktur Investigasi/Pengembangan Wilayah Sumatera DPP LSM GARUDA-RI, pada Kamis (12/4/2018) datang mengkonfirmasi terkait penggunaan dana BOS Tahun Anggaran 2016 di sekolah ini.
Saat ditemui di ruangannya, sekitar pukul 10.30 wib Nuriani selaku kepala sekolah tampak gugup dan tidak mampu menjelaskan penggunaan dana bos yang diterima sekolah. Hal itu berlangsung ketika Sahala Silalahi mengkonfirmasi beberapa komponen penggunaan dana BOS Tahun Anggaran 2016. Dimana pada komponen No. 2 (Kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru) sekolah Nuriani melakukan PSB (Penerimaan siswa baru) sebanyak dua kali dalam setahun yaitu di TW (tri wulan) 1 dan TW 3 yang diduga telah menyalahi Juknis BOS (Permendikbud No 80 Tahun 2015).
Sesuai Juknis tersebut proses Penerimaan Siswa Baru (PSB) hanya terjadi satu kali dalam setahun di Tri Wulan ketiga. Disitu Nuriani mengaku kalau itu kesalahan mereka. Dilanjut pada komponen No 6 (Langganan Daya dan Jasa) dimana telah terjadi perbedaan biaya yang sangat signifikan antara TW (Tri Wulan) 1, 2, 3 dengan biaya di TW 4. Nuriani mengatakan ada penambahan kapasitas daya/band with untuk jaringan wifi di sekolanya sebesar Rp 200.000 per bulan. Namun jika dikalikan dalam satu TW (3 bulan) penambahan itu berarti sebesar Rp 600.000. Tetapi penambahan biaya yang terjadi lebih dari itu. Dari perbedaan biaya itu Nuriani tidak mampu menjelaskan.
Dan hal yang paling mencolok dari penggunaan dana BOS di SDN 122370 tersebut adalah pada komponen No.13 (Biaya lainnya jika seluruh komponen 1 s/d 12) telah terpenuhi pendanaanya dari dana BOS, maka pihak sekolah telah menghabiskan dana sebesar Rp 15.610.000. Saat coba dikonfirmasi lebih jauh kemana saja dana itu dialokasikan, Nuriani tampak terdiam dan tak mampu menjelaskan. Dan sesekali tampak tergagap ketika diajukan pertanyaan susulan. Karena tidak mampu menjawab, sampai meminta bantuan untuk menjelaskan dari guru yang mengaku sebagai bendahara. Namun guru tersebut juga tidak mampu menjelaskan. Karena dirinya mengaku hanya sebagai guru biasa yang tidak menguasai tentang Juknis BOS.
Dari rangkaian konfirmasi diatas, menurut Sahala, disitu tampak jelas kalau kepsek SDN 122370 sangat tidak menguasai juknis BOS dan terkesan tidak transparan. Sikap diam dan tidak transparan Nuriani ditambah sikap gugupnya menunjukkan banyaknya hal yang ditutup-tutupinya. Sahala pun menduga Nuriani selaku kepala sekolah telah menyelewengkan dana BOS TA 2016 untuk keperluan diluar kebutuhan biaya sekolah.
Sudah dapat dibayangkan, jika seorang kepala sekolah tidak dapat mengelola dana BOS dengan baik, bahkan tidak paham Juknis, maka hal ini merupakan kerugian besar pada keuangan negara. Semoga hal ini mendapat perhatian serius dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Siantar maupun kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara. (M. Baringin P. Sihombing)
Komentar